Wednesday 10 August 2016

Kisah Rasa Lapar Para Sahabat dan Rasul

Suatu saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam keluar di waktu yang tidak biasa, tidak ada seorang pun yang bertemu dengannya, sampai ia bertemu dengan Abu Bakar.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apa yang terjadi denganmu wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu : “Aku keluar untuk bertemu Rasulullah, aku melihat sesuatu di wajahnya, lalu aku mengucapkan salam padanya” (Tidak lama kemudian Umar datang)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apa yang terjadi padamu Umar?”

Umar Radhiyallahu ‘Anhu : “Aku lapar, Rasulullah”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam : “Aku juga mendapati sedikit hal itu (sedikit lapar)”

Kemudian mereka bertolak ke rumah Abu Haitsam bin At Tiihan Al Anshariy, ia adalah seorang yang memiliki banyak pohon kurma dan kambing, sedangkan ia tak memiliki pembantu seorangpun. Saat itu, mereka (Rasulullah, Abu Bakar dan Umar) tak menjumpainya.

Mereka bertanya kepada istrinya : “Di mana suamimu?”

Istri : “Ia pergi mengambilkan air untuk kami”

Tidak berselang lama, Abu Haitsam datang membawa seember air jernih dan meletakkannya, kemudian ia datang mendekat lalu membersamai Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, mengagungkan beliau dengan mengatakan bahwa ayah dan ibunya (Abu Al Haitsam) menjadi tebusan (sebagai wujud kekuatan imannya pada Rasul), lalu pergi bersama mereka ke kebun kurma, menyajikan setangkai balah (kurma basah) dan meletakkannya.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam (berkata) : “Tidakkah kau memilihkan ruthab (kurma merah, sebelum menjadi balah) saja untuk kami?”

Abu Al Haitsam (menjawab) : “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, sungguh aku ingin memilihkanmu sebagian ruthab yang berasa manis dan muda”
Kemudian Rasulullah dan kedua sahabatnya memakan itu serta minum di sana pula.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Demi jiwaku yang berada di tanganNya, ini adalah bagian dari kenikmatan yang kelak akan kalian minta pada hari kiamat, yakni naungan yang sejuk, ruthab yang baik, serta minuman yang dingin.”

Lalu Abu Al Haitsam pergi, membuatkan makanan untuk mereka.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Tidak perlu kau ambilkan susu untuk kami!”
Abu Al Haitsam menyembelih ‘inaq (anak domba betina usia setahun) atau jadyan (anak domba jantan) dan menyajikan kepada mereka, lalu mereka makan.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah engkau memiliki pembantu?” 

Abu Al Haitsam : “Tidak”

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jika ada tawanan yang datang, perlihatkanlah pada kami!”

Tidak berselang lama, ia mendatangkan dua pembantu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu Nabi menghampirinya.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Pilihlah di antara keduanya!”

Abu Al Haitsam : “Wahai Rasulullah, pilihkanlah untukku”

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Sesungguhnya aku adalah penasihat yang dipercaya, ambillah yang ini, sungguh aku telah melihat dia shalat dan aku menginginkan kebaikan baginya dan perbuatannya” 

Abu Al Haitsam pergi, lalu mengabari istrinya tentang perkataan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Istri : “Tidaklah engkau menyampaikan kebenaran apa-apa yang dikatakan Rasulullah, kecuali engkau harus membebaskannya (dari status budak)”

Abu Al Haitsam : “Dia sudah bebas!”

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang Nabi dan khalifah melainkan ia memiliki dua jenis keluarga. Pertama, yang memerintahkan berbuat kebajikan dan mencegah dari yang mungkar. Kedua, keluarga yang tak henti-hentinya mengantarkan pada kerusakan. Barangsiapa yang menjauhkan diri dari keluarga yang buruk, maka sungguh ia telah selamat”

Petikan Hikmah Kisah :

1. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya saling tolong menolong saat lapar, berusaha mengatasinya dengan cara yang disyariatkan.

2. Bolehnya seseorang pergi ke rumah sahabatnya untuk mencari makanan tanpa undangan jika ia diketahui memiliki keadaan yang lapang dan perangai diri yang baik.      

3. Perhatian tentang keutamaan suatu nikmat bagaimanapun keadaannya, motivasi bersyukur kepada penciptanya (nikmat tersebut), serta tidak tersibukkan dengan nikmat itu dari Sang Pemberi nikmat (Allah), Allah ta’ala berfirman, “Sungguh jika kalian bersyukur maka Aku akan tambah (nikmat) kalian”

4. Jika seorang tamu melihat penghormatan yang lebih dari tuan rumah, dan ia takut terjatuh dalam kesalahan. Hendaknya ia menasihatnya dengan lemah lembut, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, “Jangan kau sembelihkan untuk kami (hewan) yang memiliki susu (kambing)!” 

5. Kesetaraan mengimbangi perbuatan baik adalah sesuatu yang diperkenankan, seperti Rasulullah yang mulia mengimbangi tuan rumah dan menyediakan pembantu buatnya.

6. Abu Haitsam sebenarnya tidak membutuhkan perantara untuk meminta pembantu, maka ketika Rasulullah bertemu dengannya dan mendatangkan dua pembantu, segera beliau mengatakan, “Pilihlah di antara keduanya!” 

Seorang penyair berkata :
Andai engkau meminta suatu kebutuhan pada seorang yang mulia 
Cukuplah bagimu bertemu dan menyampaikan salam padanya 

7. Seorang yang cerdas meminta suatu nasihat pada orang yang sempurna pemahamannya, “Wahai Rasulullah, pilihkanlah untukku!”

8. Shalat adalah ciri ketakwaan, “Ambillah yang ini! Sesungguhnya aku melihatnya menunaikan shalat”

9. Wasiat Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk memilih pembantu, khususnya (untuk memilih) orang-orang yang rajin menunaikan shalat, “Mintalah kepadanya suatu wasiat yang baik!”

10. Rasa cinta para sahabat untuk memerdekakan budak, dan persetujuan sang istri shalihah atas pemerdekaan tersebut.

11. Seorang muslim yang cerdas wajib memilih para sahabatnya dari orang-orang shalih untuk senantiasa mengingatkannya dalam kebaikan, menyemangati untuk itu, serta menjauhi teman-teman yang buruk, supaya mereka tidak mengingatkannya kepada keburukan dan menjadikan yang buruk itu seakan-akan suatu yang baik, begitu pula keadaan seorang istri yang shalihah ataupun buruk, masing-masing memiliki pengaruh kepada suaminya.

12. Bolehnya saling berpelukan (sesama muslim) sekalipun tidak datang dari perjalanan jauh.


Disarikan dari kitab Min Bada'i al Qasas An Nabawiy karya Muhammad bin Jamil Az Zainu
Penerjemah : Syafiqul Lathif

No comments:

Post a Comment