Saturday 20 August 2016

Belajar dari Kecerdikan Iyas bin Muawiyah (part 1)

Hari itu, awan di langit nampak sebagaimana hari-hari sebelumnya. Hanya berubah bentuknya saja. Ketika itu Iyas bin Muawiyah bin Qurrah al Muzanni, seorang tabi'in terkenal yang saat itu menjadi Hakim Bashrah didatangi dua orang lelaki. Salah seorang dari mereka mengaku telah menitipkan sebagian uang pada lelaki yang satunya. Namun, ketika hendak memintanya, lelaki itu tidak mengakui bahwa ia menerima titipan.

"Kalau ia punya bukti, silakan tunjukkan! Jika tidak, berarti aku hanya perlu bersumpah bahwa aku tak pernah menerima titipan itu." tutur lelaki itu

Sedetik dua detik Iyas bin Muawiyyah termenung, berfikir, Ia khawatir jikalau ucapan lelaki itu tidak benar, berarti ia membiarkannya memakan uang haram dengan sumpah palsu. Tapi sulitnya. si pendakwa tak memiliki bukti bahwa ia pernah menitipkan uangnya pada lelaki tersebut.

"Di mana kau menitipkan uang kepadanya?" Tanya Iyas bin Muawiyah.

"Di tempat ini (dengan menyebutkan lokasi penitipan uang tadi)" jawabnya lugas

"Benda apa yang paling dekat dengan tempat itu?" susul Iyas.

"Ada di sana, satu pohon besar. Ya, saat itu kami duduk-duduk dan makan bersama di bawah rimbunnya pohon itu. Ketika kami hendak pulang, aku menitipkan uang itu padanya" jelas lelaki itu

"Kalau begitu, pergilah ke sana. Barangkali ketika tiba di sana kau akan teringat di mana kamu meletakkan uangmu itu. Kemudian temui aku lagi untuk menyampaikan apa yang kau lihat di sana."ujar Iyas

Orang itu akhirnya berangkat menuju lokasi yang ia sebutkan tadi. Sedangkan Iyas berkata pada si terdakwa, "Duduklah, sampai temanmu datang."

Lelaki itu pun duduk. Iyas menoleh ke arah orang-orang lain yang juga memiliki masalah, dan mulai memutuskan perkara mereka satu-persatu seraya melirik orang tadi secara diam-diam. Ketika melihatnya dalam kondisi tenang, Iyas menoleh ke arahnya seraya bertanya dengan tiba-tiba, 

"Menurut perkiraanmu, sahabatmu itu telah sampai ke tempat dia menyerahkan uang kepadamu itu atau belum?"

Tanpa pikir panjang, lelaki itu menjawab, "Belum, tempat itu cukup jauh dari sini."

Nah, lihatlah! Kini Iyas tahu apa yang harus ia lakukan. Ia berkata, 

"Hai, dengarkan! Engkau mengingkari telah menyimpan uang itu padahal kau mengetahui lokasi tempatnya? Demi Allah, sungguh kau seorang pengkhianat?!" Bentak Iyas.

Laki-laki itu bungkam dan akhirnya mengakui pengkhianatannya. Iyas menahannya sampai lelaki yang pergi ke lokasi sengkata awal mereka tiba di ruang sidang, dan menyuruhnya supaya mengembalikan uang tersebut kepada pemiliknya.

Hari ini Iyas mencontohkan pada kita tentang arti sebuah kecerdikan. Memang Iyas bin Muawiyah terkenal dengan sifat itu. Lihatlah, tanpa bukti yang cukup ia berhasil memutuskan perkara dengan adil serta sanggup membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah. Sebab begitulah seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim yang taat pada Allah dan rasulNya, Memaksimalkan kemampuan berfikir ketika masalah muncul dan tak terlihat juntrung (titik temu permasalahan) nya. Semoga Allah memudahkan. 


Diambil dari buku Antara Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid karya Hepi Andi Bastoni dengan beberapa perubahan.

.Syafiq Elquds '16        

4 comments:

  1. Jd teringat kasus jessica-mirna yg berlarut-larut

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. I am so sorry because I repeated my comments. This is because of any troubles in signal. Sorry mr. Syafiq,,,

    ReplyDelete