Thursday 18 August 2016

Saat Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur

Hari itu, matahari bersinar sebagaimana biasanya, Namun Amirul Mukminin, Umar bin Khattab memanggil Abu Hurairah bukan untuk urusan biasa. 

Tiba-tiba Umar berkata, "Saya mengangkat Engkau sebagai Gubernur Bahrain."

"Saya menjadi gubernur Bahrain?" Tanya Abu Hurairah keheranan

"Engkau kaget atau menolak?"

"Kaget. Siapakah Abu Hurairah ini? Hanya seorang ahlus suffah (orang yang tergolong miskin yang tinggal di sekitar masjid saat itu). Tidak ada yang bisa mengisi perutnya melainkan beberapa butir kurma. Tak memiliki tempat berteduh pula, kecuali di teras masjid bersama beberapa yang lain. Lalu sekarang, hendak menjadi Gubernur Bahrain?"

"Saya melarang anda terlalu banyak meriwayatkan hadits agar orang-orang tak terlalu sibuk dengan hadits hingga melupakan Al quran. Karena itu saya menugaskan engkau menjadi gubernur"

"Sam'an wa Tha'ah (Saya mendengar dan taat)"

Lalu, Umar memerintah stafnya untuk mencatat berapa kekayaan Abu Hurairah. Lagi-lagi ia terkejut, harta mana yang harus didata?

"Untuk apa didata seperti ini?" tanya Abu Hurairah penasaran

"Beginilah saya memperlakukan para pejabat. Kami tulis kekayaannya sebelum menjadi pejabat. Lalu pasca purna jabatan kami mendatanya lagi. Apabila terjadi tambahan yang tidak masuk akal, harta itu akan kami ambil dan kami letakkan di Baitul Mal. Adapun haknya kami berikan sesuai kelayakan," jelas Amirul Mukminin 

"Jika demikian, kau mencurigai kami akan melakukan kecurangan?" tukas Abu Hurairah 
      
"Kalau sejak awal saya curiga, saya takkan mengangkatmu menjadi gubernur. Ini sekedar untuk menghilangkan keraguan dan prasangka buruk. Sebab, saya lihat beberapa pejabat memiliki harta yang meningkat drastis sejak mereka memerintah. Mungkin saja itu didapat dari jalan yang halal, berbisnis misalnya.."

"Bukankah bisnis itu halal?" tanya Abu Hurairah

"Betul, Halal. Tapi saya tak mengizinkan pejabat berbisnis. Tugas mereka sebagai pejabat untuk mengatur masyarakat dengan adil. Kalau mereka berbisnis, saya khawatir akan membuat tugas utama mereka kacau balau. Masyarakat juga akan segan sehingga khawatir muncul ketidakadilan. Begini caraku memperlakukan semua pejabat. Siapa yang setuju silakan, jika tidak, tinggalkan.."

Umar benar-benar menerapkan kebijakannya. Tidak hanya untuk Abu Hurairah seorang. Namun unruk para sahabat terkemuka lainnya seperti Khalid bin Walid, Saad bin Abi Waqqash, Amr bin Ash.

Umar pernah meminta Amr bin Ash untuk memberikan data kekayaan yang dimilikinya yang saat itu sedang menjabat sebagai Gubernur Mesir. Karena terlihat tidak wajar. Padahal jauh sebelum menjadi gubernur, Ia adalah pengusaha yang kaya raya. Hal itu sempat membuat Amr menggerutu. Sambil membanding-bandingkan kondisi orangtuanya yang kaya raya dengan ayah Umar yang menurutnya hanya pengumpul kayu bakar. Umar hanya tersenyum.

Umar juga pernah meminta Khalid untuk menyerahkan data kekayaannya. Khalid sempat enggan. Bahkan tersiar kabar, justru Khalid memberikan uang 10 ribu dirham kepada seorang penyair, Asy'ats bin Qais. Bukan angka yang kecil kala itu.

Umar segera memerintah Abu Ubaidah bin Jarrah untuk mengusut uang tersebut. Jika uang itu berasal dari kas negara, berarti korupsi. Jika berasal dari kekayaan Khalid pribadi, maka itu pemborosan. Dua-duanya tidak baik,

Di kemudian hari terbukti, ternyata uang yang diberikan Khalid kepada Asy'ats berasal dari kekayaan pribadi. Itu menjadi pintu bagi Umar untuk mengkroscek kekayaan Khalid. Setelah memberikan pengakuan, seluruh kekayaan Khalid dihitung. Kelebihannya dikembalikan ke kas negara. Seperti yang ditulis oleh Abbas Mahmud Al Aqqad, sesaat setelah mengembalikan sebagian harta Khalid ke Baitul Mal, Umar berujar, "Demi Allah, engkau adalah orang yang begitu dermawan kepadaku dan aku pun mencintaimu.."

Itulah Umar. Seorang pemimpin yang benar-benar menjaga dirinya dan tanggungjawabnya. 

Disarikan dari buku Antara Umar dan Khalid karya Hepi Andi Bastomi dengan perubahan seperlunya 

.Syafiq Elquds
   

No comments:

Post a Comment