Tuesday 16 August 2016

Kisah Sebuah Amanah dalam Sepotong Kayu yang Menakjubkan

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau menuturkan kisah seorang lelaki dari Bani Israil yang meminta pinjaman (hutang) kepada seorang Bani Israil yang lain, seribu dinar. 

Lelaki (pemberi hutang) itu berkata, “Datangkanlah kepadaku para saksi yang bisa aku mintai kesaksiannya”

Lelaki yang meminta hutang itu menjawab, “Cukuplah Allah sebagai saksiku” 

Lelaki pemberi hutang itu berkata lagi, “Maka hadirkanlah padaku seorang kafil (yang menanggung atau penjamin hutang ini) 

Lelaki yang berutang itu mengatakan, “Cukuplah Allah sebagai kafil

Lelaki pemberi hutang itu menjawab, “Engkau benar”

Dia memberikan seribu dinar kepada lelaki tersebut dengan batas tempo yang ditentukan, maka lelaki tersebut membawa seribu dinar itu menyeberangi lautan, sampai ketika kebutuhannya sudah terpenuhi, ia mencari kapal sehingga ia bisa menaikinya, membayar hutangnya, karena saat itu telah jatuh tempo. Namun ia tidak menemukan kapal ke sana, lalu ia mengambil sebuah kayu kemudian ia lubangi, lantas ia masukkan ke dalamnya seribu dinar dan secarik surat untuk pemilik uang tersebut, menutup lubangnya dan membawanya ke tepi laut.

Dia berdoa dengan penuh harap, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwasanya dulu aku berhutang seribu dinar kepada si Fulan. Ia memintaku untuk menghadirkan seorang kafil lalu kukatakan ‘Cukuplah Allah sebagai kafil, maka ia ridho denganMu. Ia meminta saksi, lalu kukatakan ‘Cukuplah Allah sebagai saksi’, dan ia ridho denganMu. Aku telah mengerahkan segala kemampuanku untuk mendapatkan kapal, mengantarkan kepadanya sesuatu yang menjadi haknya, namun aku tidak kuasa (mendapatkan kapal itu). Maka aku titipkan ini padaMu ya Allah”

Ia lantas melempar kayu itu ke laut sampai terbawa arus, kemudian ia pergi. Dan dalam waktu itu dia (penghutang tersebut) mencari-cari lalu menemukan kapal yang berlayar ke negerinya, harapannya menunggu. Semoga ada kapal yang datang dengan uang seribu dinarnya. Namun, tiba-tiba ada sepotong kayu yang di dalamnya terdapat uang (ia belum mengetahui). Lalu ia membawa itu kepada keluarganya untuk digunakan sebagai kayu bakar. Ketika ia membelahnya, ia menemukan uang dan secarik surat!! 

Tidak berselang lama setelah itu, lelaki yang berhutang tadi segera mendatangi pemberi hutang di seberang sana, dan ia datang dengan seribu dinar lagi. 

Lelaki yang berhutang berkata, “Demi Allah, aku masih terus berusaha mencari kapal supaya aku bisa datang kepadamu dengan membawa uang, namun tidak kudapati satu kapalpun sebelum kapal yang membawaku ke sini (kapal ini) 

Lelaki pemberi hutang berkata, “Apakah sebelum ini kau mengirimkan sesuatu?”

Lelaki yang berhutang menjawab, “Bukankah telah kukabarkan padamu bahwa aku tidak menjumpai satu kapalpun sebelum kapal ini?”

Lelaki pemberi hutang itu berkata, “Maka sungguh Allah telah melunasi hutangmu yang telah kau antarkan melalui kayu itu”

Kemudian ia pergi dengan seribu dinar itu, dengan semakin memahami (rahasiaNya).

Petikan Hikmah :

1. Disyariatkan hutang yang baik, dan bagi orang yang memberikan pinjaman mendapatkan pahala yang baik. 

2. Disyariatkannya penulisan hutang, waktu pelunasan, dan persaksian atas hutang tersebut demi menjaga hak-hak (masing-masing pihak)

3. Bagi orang yang memberikan pinjaman hendaknya mengambil jaminan atau kafil (seorang yang menjamin) dari orang yang meminjam, untuk menjaga dari kehilangan haknya.

4. Bagi pemberi hutang hendaknya ridho terhadap orang yang meminjam ketika ia menjadikan Allah sebagai saksi dan sebagai penjaminnya, jika ia tidak menemukan saksi atau penjamin.

5. Wajib bagi seorang muslim untuk melakukan sebab (usaha) dan bertawakkal pada Allah, sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, “Ikatlah ia dan bertawakkallah”

Maka orang yang meminjam tersebut melubangi kayu, menaruh uang di dalamnya, menutupnya, kemudian berdoa pada Allah, sebagai bentuk tawakkal pada Allah.
  
6. Barangsiapa yang ridho bahwa Allah sebagai saksi atau kafil maka Allah akan mencukupinya dan Dia akan menjaga haknya, ketika orang yang berhutang tersebut ridho terhadap Allah sebagai saksi dan kafilnya, maka Dia mengembalikan uang tersebut kepadanya.

7. Wajib atas seorang muslim yang berakal untuk tidak mencukupkan dengan asbab ghaibiyah (sebab-sebab tak terlihat) saja, namun ia juga perlu mengambil asbab hissiyah (sebab-sebab inderawi, mampu digapai oleh panca indera). Lihatlah! peminjam hutang tersebut tidak mencukupkan dengan apa yang dikirimkannya kepada si pemberi pinjaman dalam kayu itu, tetapi ia tetap datang dengan dinarnya lagi ketika ia menjumpai kapal yang sanggup mengantarkannya menemui pemberi hutang, namun akhirnya, orang yang memberikan pinjaman tersebut memberitahukannya bahwa Allah telah melunasi hutangnya dengan uang yang dikirimnya lewat kayu itu.

8. Wajib bagi seorang peminjam untuk mengerahkan segala kemampuan dan menempuh berbagai jalan untuk melunasi hutang pada waktu yang telah disepakati.

9. Jika seorang muslim membaguskan niatnya, Allah akan memudahkannya melunasi hutang itu. 

10. Penunaikan hak-hak serta pelunasan hutang itu wajib, tidak boleh diulur-ulur, jika ia tak melunasi di dunia, maka tetap akan ia bayar di akhirat yang diambil dari amal-amal baiknya, barangkali hal itu nantinya menjadi sebab ia memasuki neraka.

Disarikan dari kisah ke-7 dari kitab Min Bada'i al Qasas An Nabawiy, karya Muhammad bin Jamil Zainu
Penerjemah : Syafiqul Lathif 

2 comments:

  1. Masya Allah kisah yg luar biasa yg sekarang sdh dilupakan, smg kita dpt mengambil pelajaran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin..
      Semoga Kita menjadi orang-orang yang bersedia belajar dari kisah-kisah mereka yang telah mendahului kita..

      Delete