Saturday 31 October 2015

Sebuah Perjalanan Luar Biasa tentang Sahabat, Sabil Namanya.


perjalanan

Sabtu, 31 Oktober 2015

Sejujurnya jika teringat perkataan salah seorang kawan saya, Imam Sabili, tentang istimewanya sebuah perjalanan, terasa betul dan mengena di sanubari. Bagaimana tidak? Dengan penampilannya yang terkesan urakan dan lagaknya yang sembarangan selalu membuat senyum dan tawa kami sulit berhenti. Selalu heboh dengan celotehan yang awalnya tidak jelas namun mengandung ilmu. Yang awalnya adalah sebuah cerita biasa, berakhir dengan sebuah perenungan kala berpisah dengannya. Dia adalah seorang yang unik, barangkali akan sulit kalian menemukan semacam itu di belahan bumi manapun. Mungkin memang ada satu. Ya dia itu saja. Maka, saya bersyukur pada Allah, Dia mengizinkan saya memiliki teman seperti itu.

Lalu, apa perkataan yang disitirnya sehingga membuat kami takjub, sulit mengedipkan mata saat mendengarnya? Dia bertutur, “Saafir fa fil Ashfaari Khamsu Fawaaida, Tafarruju Hammin, wa iktisaabu ma’isyatin, wa ilmun, wa adabun, wa shahbatu majidin” Bepergianlah maka dalam perjalanan-perjalananmu itu lima manfaat ; Menghilangkan gundah gulana, mendapatkan penghidupan (berupa uang maupun yang lainnya), ilmu, adab (pengetahuan tentang cara bersikap), serta berteman dengan orang yang mulia dan berharga. Dan itulah dia, seringkali muncul dari lisannya perkataan yang tak disangka-sangka serta pengalaman yang tak terduga.

Tentang sebuah adab dan etika, saya teringat “Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan” kata Ebiet G. Ade dalam lantunan lagu yang mengiringi iklan sebuah produk lokal Indonesia, yang dulu sering diputar di televisi menjelang buka puasa, bercerita tentang seorang pengelana yang tiba di pinggir surau kala adzan maghrib, ia meneguk segelas air putih dan memakan sebutir kurma lalu meninggalkan butiran kurma yang lain, nanti akan kumakan selepas shalat, pikirnya. Lantas ia shalat, menghadap Rabbnya. Tiba-tiba selesai dari shalatnya, ia mendapati kurmanya telah habis tak bersisa. Dan di kejauhan terlihat segerombolan pemuda yang tertawa sambal melihatnya. Mengejek, tak peduli apa yang dirasakan hatinya. Dan iklan itu ditutup dengan selamat menjalankan ibadah puasa.

Di sisi lain, dengan latar yang berbeda, mengisahkan seorang ulama tabi’in yang seringkali melakukan perjalanan jauh, Abdullah bin Mubarok. Dan dalam setiap perjalanannya ia menyempatkan dirinya berderma kepada sesama, tanpa peduli bahwa orang lain tak mengetahui dirinya. Melunasi hutang-hutang mereka yang menumpuk luar biasa. Sembari berdakwah menyampaikan ilmu yang dimilikinya, ‘ala qadrin mustatha’ (semaksimal yang ia sanggup). Dan begitulah, muncul dari lisannya perkataan-perkataan yang penuh makna, untaian-untaian yang bernilai tinggi tak terbaca oleh orang-orang pada umumnya. Kisah-kisah tentangnya termaktub dalam kitab Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asakir, Siyar A’lam an Nubala karya Imam adz dzahabi, Tafsir Ibnu Katsir karya Ibn Katsir. Tentang “Ilmun wa shahbatu Majidin” (ilmu dan berteman dengan orang mulia), ia mengajarkan pada kita seperti itu. Dengan perjalanannya ia melihat banyak hal-hal yang tak dilihat oleh orang yang berdiam diri.

Tentang “tafarruju hammin wa iktisaabu ma’isyatin” penghilang gundah gulana dan mendapatkan sebuah penghidupan. Betapa banyak orang yang berusaha melupakan rasa bersalahnya dan kegelisahannya dengan meninggalkan tempat yang memiliki kenangan tersebut. Seperti yang dikisahkan dalam novel “Rindu” karya Tere Liye. Berkisah tentang seorang pemuda, yang berusaha menghilangkan kenangan-kenangan menyakitkan dengan pergi jauh dari kampung halaman, tempat semua kenangan itu berkumpul jadi satu, dengan menyibukkan diri bekerja di atas sebuah kapal yang mengangkut jamaah haji Indonesia kala Belanda masih berada di tanah air kita. Dan selengkapnya bisa kalian baca di sana.

Akhir kata, semua itu merupakan lima manfaat dari bepergian. Kemungkinan, masih banyak lagi manfaat yang belum tersibak, serta manfaat-manfaat yang berbeda dari pelaku perjalanan tersebut, begitu pula berbeda dari waktu ke waktu, tempat ke tempat. Dan semuanya ini, semoga senantiasa mendekatkan diri kita kepada Allah, syibran syibran.

Ditulis saat menanti kawan yang tak kunjung datang. 
Di rumah yang hening, penuh dengan inspirasi yang berdenting.

No comments:

Post a Comment