Saturday 3 October 2015

Muharram kali ini



Ahad, 2 Muharram 1436 H/26 Oktober 2014

Setelah salat subuh yang menyenangkan,

Mendengar adalah salah satu media tercepat dalam menerima informasi di antara seluruh media-media yang ada. Maka tak heran seorang yang tuli bisa dipastikan bisu, karena informasi kosakata yang ia dapatkan adalah nol, beberapa di antara mereka yang beruntung mampu mendengar satu kata atau lebih, namun ini tidak banyak. Perlu digarisbawahi bahwa ini adalah jika ia tuli sejak lahir.

Pada pagi hari ini, pagi hari yang semi musim dingin, setelah salat subuh, Imam masjid Nurul Huda berkultum tentang kehijrahan Nabi serta penyebaran islam yang dominan dengan akhlak dan perilaku umatnya, karena satu contoh perilaku adalah lebih baik daripada seribu perkataan yang menasehati, lalu ia berceramah tentang kemuliaan 4 bulan haram. Lantas ia menitikberatkan pembahasan kepada bulan muharram, bulan yang kita sedang berada di dalamnya.

Bahwa Muharram ini adalah termasuk 4 bulan yang diharamkan Allah untuk berperang (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dzulhijjah) di dalam bulan ini tepatnya pada hari kesepuluh, dahulu kala, Allah menyelamatkan Nabiullah Musa dan pengikutnya, Bani Israil dari kejaran Fir’aun. Maka pada masa Nabi, para Yahudi di sekitarnya berpuasa pada hari ke sepuluh bulan Muharram. Ada satu riwayat yang mengelompokkan tiga kelompok 10 hari mulia, yakni 10 hari terakhir ramadan, 10 hari di awal dzulhijjah, dan 10 hari di awal Muharram.

Dikisahkan pula, saat-saat dahulu, para Nabi pun berpuasa di bulan Muharram. Maka berpuasalah kita. Ketika Nabi Muhammad mengetahui Umat Yahudi berpuasa pada hari asyura dan mendengar pula laporan dari para sahabatnya tentang hal itu, beliau mengatakan, “Aku lebih utama untuk diikuti (karena syariat waktu itu memang syariatnya Nabi Muhammad, atau syariat islam)” Maka selisihi lh mereka. Beliau lalu menuturkan, “Baiklah, di tahun depan kita akan berpuasa pula di hari yang kesembilan” Maka, muncullah syariat islam terkait dengan puasa di bulan muharram ini.

Pertama, berpuasa pada hari ke sepuluh muharram. Kedua, berpuasa pada hari ke sembilan dan kesepuluh. Ketiga, berpuasa pada hari kesembilan, sepuluh dan sebelas. Yang pertama, memang karena itu syariat yang pertama, yang kedua, karena puasa tasu’a itu merupakan azam dari Rasulullah untuk berpuasa di tahun berikutnya, namun sebelum sampai pada tahun berikutnya, Allah sudah memanggil beliau, maka inilah yang disebut dengan sunnah taqririyah. Lalu yang ketiga yakni sembilan sepuluh sebelas, ini untuk menyelisihi atau menjadikan kita berbeda dengan umat yahudi yang berpuasa itu.

Sunhanallah, mahasuci Allah yang telah menjadikan satu tahun itu 12 bulan, dan mempergilirkan dari tiap bulan-bulan itu berbagai peristiwa. Yang peristiwa-peristiwa itu menjadi pelajaran dan hikmah bagi umat yang hidup pada masa itu serta pada masa-masa setelah mereka. Sehingga orang yang berakal adalah orang yang sanggup menelaah dan mengambil hikmah dari segala peristiwa ini.

Kita masih ingat pula jika sesuatu itu dinisbatkan kepada Allah, menunjukkan dan membuktikan bahwa ia memiliki posisi yang mulia. Seperti Naqatullah (onta nya Allah, pada masa Nabi Shalih), saifullah (Pedang Allah, Khalid bin Walid), Syahrullah (bulan nya Allah, Muharram) serta julukan mulia yang lain yang dinisbatkan kepada Allah.

Akhir kalam, semoga kita sanggup menaati Allah dan RasulNya dalam berbagai lini kehidupan, sanggup meneladani akhlaq mulia yang pernah ada di muka bumi ini, yakni akhlaq rasulullah Muhammad, shalallahu alaihi wa sallam. Kita berharap pada Allah, semoga kelak dipertemukan dengan beliau di surgaNya nanti. Yang tak pernah terdengar oleh telinga, yang tak pernah terlihat oleh mata, yang tak pernah terbersit dalam benak manusia. Amin.

Aswan, 26 Oktober 2014.

No comments:

Post a Comment