Saturday 3 October 2015

Kebiasaan yang Menggugah



10th District, Ahad, 21 Desember 2014

Kadangkala sebuah kebiasaan yang tidak diteruskan akan terhenti, dan benar benar terhenti. Bahkan bisa jadi tidak ada bekas sama sekali jika dilihat pada hal sebelumnya. Karena kebiasaan itu belum matang, belumlah lama kita lakukan, artinya waktu yang membersamainya belumlah terlalu cukup lama untuk mengakarkan kebiasaan tersebut. Karena kebiasaan yang terhenti itu sifatnya adalah suatu hal dengan “sedikit” paksaan karena ada nilai kebaikan dan suatu yang berharga di dalamnya, karenanya kita berusaha untuk merutinkan hal itu. Sayangnya karena pondasi yang kita bangun belum sempurna, maka ketika ada gempa kehidupan menggoyang pondasi itu, robohlah ia tanpa kita sadari, sesekali bahkan kita sadari dengan sepenuh hati dan kita membiarkannya hancur.

Seperti misalnya kita ingin membiasakan diri kita untuk shalat dhuha selalu. Pada saat memulai kita telah berniat untuk melanggengkan amal shalih ini hingga akhir hidup kita. Namun, suatu saat ada hal yang membuat kita malas atau sibuk, maka kita mulai meninggalkannya sekali, lalu karena sudah sekali tidak melakukan, besoknya pun diulangi kembali, lalu ketika besok lusanya sudah berniat untuk melaksanakan, eh, ternyata lupa. Dan itu berlangsung selama beberapa waktu. Dan kita tidak ada niatan untuk mengubahnya. Akhirnya kita bisa jadi akan meninggalkannya dalam tempo yang tidak terdeteksi.

Hal itu disebabkan beberapa alasan, di antaranya, dalam pembiasaan itu kita belum berusaha untuk sepenuhnya menyerahkan diri kita untuk Allah. Terlebih dalam urusan ibadah, hal itu sangat penting sekali mengingat keberadaan amal itu memiliki tempat khusus yang tidak dimiliki oleh amal-amal yang lain. Dan kita seringkali hanya sekedar merutinkan tubuh kita, bukan merutinkan hati kita untuk merasakan hal itu. Sehingga jika kita alpa, tidak akan terasa efek yang mengubah gerak kita.

Kedua, bisa jadi karena itu bukan berasal dari ketulusan hati dan niat kita untuk melakukan hal itu. Bisa jadi ada faktor pendorong yang lain. Nah, faktor pendorong inilah yang seringkali memiliki batas waktu ikatan. Karena faktor luar jelas tidak sekuat faktor dari dalam. Atau seminimalnya, semangat dan ruh dalam ibadah itu berbeda jika berasal dari faktor luar. Terlebih memang jika faktor luar tersebut memaksa kita untuk melakukan hal itu dengan atau tanpa kerelaan kita, seperti aturan dalam sebuah pesantren da sebagainya yang mengikat, maka seringkali si pelaku akan melakukan jika berada di dalam sistem tersebut, maka bagaimana ketika berada di luar sistem tersebut? Nah, biasanya ia enggan untuk melaksanakannya. Bisa karena memang bosan, atau karena niatnya sudah berbeda. Sehingga ruh nya pun berbeda.

Ketiga, jika kita boleh menebak, maka karena rentang waktu dari awal mula pelaksanaannya hingga saat berhenti itu adalah pendek. Artinya belum lama kita laksanakan, sehingga di kesempatan yang luang dan celah yang terlihat oleh setan, masuklah setan ke dalamnya. Dan mengacak-acak semua niat ibadah kita. Dan inilah yang perlu diwaspadai, karena bukan saja setan berasal dari luar, namun karena terkadang diri kita sendiri memiliki unsur setan di dalamnya. Sehingga kita sendirilah yang menggagalkan semua renca dn ibadah kita itu. Kitalah yang seringkali membuat-buat alasan pembenaran atas sikap kita. Dan kita sadar maupun tidak, seringkali terkecoh.

Maka, kesimpulan dari segala hal yang di atas itu, adalah memulakan dengan niat yang tulus serta berdoa selalu pada Allah dan milikilah ikatan dengan Allah sekuat mungkin karena hanya Dia lah sebaik-baik penjaga, sebaik-baik yang meneguhkan hati kita, dan sebaik-baik yang meluruskan niat kita. Dia Maha Tahu apa yang kita mau. 

Wallahu a’lam bis showab.

No comments:

Post a Comment