Sunday 30 October 2016

Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu (Bagian 5)



Demikianlah “Singa Allah dan Singa Rasulullah” itu syahid dengan mulia. Sewaktu masih hidup, sepak terjangnya menggemparkan dunia. Begitupula ketika ia meninggal dunia.

Hamzah sudah terbunuh. Namun para musuh belum merasa puas. Dan itu pantas, sebab semua harta dan kekuatan mereka kerahkan untuk membalas dendam kepada Rasulullah dan Hamzah.

Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi mengambi hati Hamzah untuk dirinya. Dengan iming-iming hadiah, Wahsyi menyanggupinya. Ketika ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan tangan kanannya, ia menerima kalung dan anting-anting dari wanita itu dengan tangan kirinya sebagai upah.

Hindun yang ayahnya tewas di tangan kaum muslimin dalam perang Badar, menggigit dan mengunyah hati Hamzah dengan harapan bisa mengobati sakit hatinya.

Akan tetapi, sepertinya hati itu menjadi keras dan tak dapat dikunyah, lantas ia muntahkan. Ia berseru lantang..

“Kekalahan di Perang Badar terbalas sudah
Pedih rasanya kehilangan ayah, saudara, paman dan anak pertama
Sekarang sudah lega rasanya, dendam telah terbalas
Terima kasih untuk Wahsyi dan tombaknya”

Peperangan pun usai. Kaum musyrikin menaiki unta  dan kuda mereka, pulang ke Mekah.

Di pihak lain, Rasulullah dan para sahabat meninjau medan pertempuran untuk melihat para syuhada.

Di sana, di perut lembah, ketika beliau memeriksa para sahabatnya yang telah menjual diri mereka kepada Allah, merelakan nyawanya untuk bertemu dengan Allah yang Maha Agung, tiba-tiba beliau berhenti. Beliau memandang tajam, membisu, dan menggeretakkan gigi. Tidak terlintas dalam benak beliau sedikit pun bahwa perilaku orang-orang Arab akan merosot sedemikian rupa hingga melakukan tindakan biadab seperti ini, merusak jasad orang yang sudah mati. Itulah yang dilakukan orang-orang musyrik kepada tubuh Hamzah bin Abdul Muthalib.

Rasulullah membuka kedua matanya yang berkaca-kaca. Dan dengan kedua mata tetap tertuju pada tubuh pamannya, beliau bersabda, “Aku tidak pernah mendapat musibah seperti ini. Aku tidak pernah semarah saat ini..”

Lalu beliau menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Jika bukan karena khawatir Shafiah (saudari Hamzah) semakin sedih, dan khawatir akan menjadi sunah sepeninggalku nanti, niscaya akan kubiarkan jasad Hamzah dimakan binatang buas dan burung pemangsa. Jika nanti Allah memberi kesempatan kepadaku untuk berhadapan dengan orang-orang Quraisy di suatu pertempuran, aku pasti akan cincang tubuh 30 orang dari mereka.”

Para sahabat pun berseru, “Demi Allah, jika nanti kita diberi kemenangan oleh Allah, akan kita cincang mayat-mayat mereka sejadi-jadinya, lebih kejam dari yang dilakukan bangsa Arab selama ini.”

Akan tetapi Allah telah memberi kemuliaan kepada Hamzah dengan mewafatkannya sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan kesyahidannya itu sebagai satu kesempatan untuk memeroleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan menjadikan rahmat sebagai elemen wajib meskipun ketika melakukan hukuman atau qishash.

Demikianlah... Belum lagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam beranjak dari tempatnya, bahkan belum selesai mengucapkan ancamannya itu, turunlah wahyu berupa ayat-ayat mulia berikut ini,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (An Nahl: 125-128)

Turunnya ayat-ayat tersebut di tempat ini merupakan penghormatan terbaik kepada Hamzah.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat sayang kepadanya. Sebagaimana telah kita sebutkan di depan, ia bukan hanya paman tercinta, tetapi juga saudara sepersusuan, teman sepermainan, dan sahabat sepanjang masa.

Pada detik-detik perpisahan ini, Rasulullah tidak melihat penghormatan yang lebih baik selain menshalatkannya sebanyak jumlah para syuhada Perang Uhud.

Jasad Hamzah dibawa ke tempat shalat di medan laga yang telah menjadi saksi kepahlawanannya, dan telah menampung darahnya. Lalu Rasulullah bersama para sahabat menshalatkannya. Setelah itu, jasad seorang syahid lain dibawa masuk untuk dishalati. Kemudian jasad itu dibawa keluar, dan jasad Hamzah tetap dibiarkan di dalam. Setelah itu, jasad syahid selanjutnya dibawa masuk untuk diletakkan di sebelah jasad Hamzah lalu dishalati.

Begitu seterusnya. Satu per satu jasad para syuhada dibawa masuk untuk dishalati bersama jasad Hamzah. Hingga pada kesempatan itu, jasad Hamzah dishalati sebanyak 70 kali.


Disarikan dari kitab Rijalu Khaula Rasul karya Khalid Muhammad Khalid.
Ditulis ulang oleh Syafiq El quds



Cairo, 30 Oktober 2016
Pagi hari, perlahan matahari sepenggalah..

2 comments:

  1. Subhanallah...
    Smoga hidup kita selalu istiqomah
    mati kita khusnul khotimah...

    ReplyDelete