Wednesday 14 October 2015

Luka Yang Berkisah



Selasa, 13 Oktober 2015

Kisah ini tentang sebuah luka. Namun jika kau ingin mengira, maka kusampaikan padamu, ini tidak akan sama dengan roman-roman picisan di luar sana. Luka ini adalah sebuah awal, permulaan dari sebuah kesabaran. Untuk bersikap biasa dan sewajarnya kala sebuah luka mengenai kita, tiba-tiba.

Pagi ini, perjalanan baruku bermula. Berjalan bersama dua rekan karibku adalah sebuah nikmat di antara nikmat-nikmat yang ada. Perjalanan pertama, datar. Sebagaimana perjalanan-perjalanan pada umumnya. Aku menaiki el-Tramco dari Hay Asyir menuju Ramses. Karena di sanalah pertemuan dan persebaran transportasi di Cairo ke berbagai daerah di sudut bumi Kinanah bermula.

Pukul 7.45 CLT, kereta api mulai berangkat, membawa kami ke tujuan berikutnya. Samanud, salah satu daerah yang memiliki kekhasan tersendiri di banding daerah-daerah di Mesir. Di antaranya karena di manapun, desa adalah tempat yang nyaman untuk disinggahi dan dihuni, juga karena salah satu sebab kita mengetahui hakikat kehidupan adalah dengan mencoba.

Perjalanan sampai sejauh ini masih datar. Kami melewati beberapa stasiun dan belum ada tanda-tanda tak terduga. Namun beberapa saat kemudian, kira-kira pukul 10 CLT, kami tiba di salah satu Mahattah (stasiun). Nah.

Tiba-tiba rekan samping menepuk bahuku. “Eh, udah sampai samanud nih”. “Weh, serius ente?” ujarku. Matanya masih riyep-riyep, belum seratus persen penuh nyawanya. “Cepetan turun!, sebelum keretanya jalan lagi ke Manshoura”. “Ya udah, cepet ente turun, bawain ni barang ane” dia langsung bergegas setengah sadar ke pintu keluar. Sedangkan rekanku yang satu lebih parah lagi, masih belum melek. “Eh, bangun woi, udah sampe nih” teriakku pelan. “Eh, iya ya?” dia baru siuman. Sepertinya mimpinya masih susah diputus ceritanya.

Sambil menunggu dia sadar total, aku segera mengambil koper di atas kami duduk. Beratnya sekitar mungkin 30 kg, lalu aku bergegas jalan ke pintu keluar. Celakanya, ketika aku ingin berjalan ke pintu keluar, kereta sudah mulai berjalan juga (sebenarnya kereta sudah mulai berjalan sejak rekan pertamaku berjalan tadi, tapi masih pelan). Nah, ketika aku sudah mendekati pintu, ternyata di sana malah ada empat orang Mesir di kanan-kiri pintu. Memenuhi pintu keluar, susah jika ingin melompat. Aku berkata setengah teriak, “Ma’lesy ya rigalah, ana aiz nazzil hina” (Maaf sobat, aku pengen turun sini)

Sepersekian detik, dengan dibuntuti kawanku dari belakang, aku tak pikir panjang, aku lempar plastik yang ada di tangan kiriku -supaya lebih seimbang saat memegang koper nanti- “ntar-ntar juga bisa diambil” pikirku, kemudian aku langsung melompat keluar. Namun karena kecepatan kereta semakin tinggi, tubuhku terhempas dan koper yang kupegang terpental. Alhamdulillah, aku memakai sepatu dan celana yang agak tebal. Tidak terlalu masalah, gumamku.

Namun lebih dari sepuluh meter di depanku, rekan pertamaku berjalan tertatih-tatih. Dan ketika kulihat belakangku, ternyata rekan keduaku tidak ada. Mungkin ditahan penumpang lain saat hendak melompat, setelah melihatku terpental. Ya, perjalanan tambahan buatnya lah.

Kusejajari langkah rekan pertama, ternyata kaki kirinya terluka. Dia meringis. Jelas sakit pikirku. Dia habis-habisan mengulangi cerita perjalanan turunnya dia dari kereta sampai kami sampai rumah. Bahkan sampai tiba di rumah pun dia masih bercerita. “Sudah, tenang, biasa aja bro, tambah satu pengalaman hari ini”

Selesai. Kisah kami pagi tadi. Tak terlalu istimewa jika diceritakan secara tertulis. Serius, kau akan merasakan sensasinya jika mengalami langsung. Adrenalin lompatan kakimu, terkilirnya pergelangan dan sendi dekat mata kakimu. Dan peluh yang mengucur di pelipismu setelah berdebar-debar terpental.

Kau tau? Bahwa luka ini hanya sekedar pengingat. Pengingat bahwa kita perlu bersikap biasa. Saat keadaan menegangkan maupun tenang dan nyaman, aman sentosa. Begitu pula, luka ini merupakan sebuah kenangan. Kenangan yang tidak semua orang pernah merasakan. Yang terkenang entah sampai kapan. Lalu di mana letak istimewanya?

Stasiun Samanud, setelah membilas luka dengan senyum ketenangan.

11.00 Cairo Local Time.

No comments:

Post a Comment