Sunday 19 June 2016

Kisah Bilal bin Rabah (Part 4 - The End, Kisah paling Mengharukan)

Azan yang Tak Pernah Selesai


Waktu berlalu dengan begitu cepat. Segala hal banyak terjadi selama itu. Bilal melanjutkan hidupnya bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Ia sering ikut ambil bagian dalam berbagai peristiwa penting. Jadilah ia seorang muadzin, Ia menghidupkan dan menjaga syiar-syiar Islam; agama besar yang telah menyelamatkannya dari kegelapan dan perbudakan.

Islam semakin tinggi. Begitu juga kaum muslimin. Dan semakin hari, Bilal semakin dekat dengan Rasulullah yang menjulukinya sebagai "laki-laki penghuni surga".

Namun bagaimanapun juga, Bilal tetaplah Bilal. Ia tetap berhati mulia dan rendah hati. Ia tetap melihat dirinya sebagai "Orang Habsyi yang kemarin hanya seorang budak belian."

Suatu saat ia pergi meminang dua wanita untuk dirinya dan untuk saudara laki-lakinya. Ia berkata kepada ayah dua wanita itu, "Aku Bilal, dan ini saudaraku. Kami dua budak Habsyi. Dulu kami berada dalam kesesatan, Lalu Allah memberikan hidayah kepada kami. Dulu kami budak belian, Lalu Allah memerdekakan kami. Jika bapak menerima pinangan kami, maka segala puji bagi Allah. Namun jika bapak iidak menerima, maka Allah adalah tuhan Yang Maha Besar.

***

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam wafat, menghadap kepada sang pencipta dengan rasa ridha dan diridhai. Tanggung jawab kaum muslimin akhirnya berada di pundak Abu Bakar ash-shidiq, sepeninggal beliau.
   
Suatu hari, Bilal menghadap Khalifah Abu Bakar, "Wahai Khalifah. Rasulullah pernah bersabda, 'Amal perbuatan seorang mukmin yang paling utama adalah berjihad di jalan Allah'"

Khalifah berkata, "Lalu apa yang engkau inginkan?"

"Aku ingin tetap bergabung dalam pasukan hingga syahid"

Khalifah membalas, "Lalu siapa yang akan menjadi muazzin?"

Bilal menesteskan air mata, dan berkata, "Aku takkan menjadi muazzin setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam wafat."

"Tidak, engkau harus tetap di sini dan menjadi muazzin!" Kata Abu Bakar

Bilal menjawab dengan tenang, "Jika sewaktu menebusku dahulu engkau ingin menjadikan aku seorang budak, maka aku akan menuruti kemauanmu. Namun jika penebusan itu karena Allah, biarkanlah aku bebas memilih."

Khalifah berkata, "Aku membebaskanmu karena Allah"

***

Sejumlah ahli sejarah menyebutkan bahwa setelah itu Bilal menetap di Syam untuk beberapa lama. Dan tetap bergabung dengan pasukan Islam.

Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa Bilal menerima tawaran Khalifah dan menetap di Madinah. Setelah beliau meninggal,dan Umar menjadi Amirul mukminin setelahnya. Bilal meminta izin pada Umar untuk pergi ke Syam.

Ia tidak ingin mengumandangkan azan, karena setiap kali ia mengumandangkan "Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah" tiba-tiba kenangan lama itu bangkit kembali memenuhi ingatannya, dan suaranya tertelan kesedihan. Lalu, ia tak akan pernah sanggup menahan tangis, haru dan sedih itu...

Ia mengumandangkan azan untuk yang terakhir kali adalah saat Khalifah Umar radhiyallahu 'anhu mengunjunginya di Syam. Tatkala waktu shalat tiba, kaum muslimin memohon kepada Umar supaya meminta Bilal mengumandangkan azan walau sekali.

Maka Bilal mengiyakan permohonan Umar. Ia naik ke menara, dan mulai mengumandangkan adzan. Dengarkanlah bagaimana ia melantunkan azan...

Allahu Akbar... Allahu Akbar... 
Allahu Akbar... Allahu Akbar...
Semua orang yang sedang sibuk tiba-tiba berhenti, saling menoleh, suara yang telah lama tak terdengar kini telah kembali...

Asyhadu Alla ilaha illallah
Asyhadu Alla ilaha illallah
Seluruh kaum muslimin mulai mengharu biru, teringat pula segala kenangan masa lalu, saat suara ini selalu mengisi hari-hari mereka, saat suara ini mengistirahatkan mereka dari berbagai kesibukan dunia.. dan mereka mendengarkan seksama, dengan syahdu...

Asyhadu Anna M-u-h-a-m-m-a-d...

Pengumandang azan itu terisak, tak mampu melanjutkan. Tenggorokannya tercekat, semua kesedihan selama bertahun-tahun yang berusaha ia lupakan tiba-tiba kembali menghampiri. Membuka lembaran-lembaran lama, kisah-kisah perjuangannya bersama Rasulullah, cerita-cerita bahagia dan nestapa yang pernah mengisi hari-harinya, senyum Rasulullah, perkataan Rasulullah, bayangan Rasulullah, semua tentang diri Rasulullah... Dan Bilal mulai meneteskan air mata, kian lama, kian tak tertahan.. Dan tumpah.. Semua rindu itu kini bercampur menjadi satu, memenuhi hati yang lembut itu, menggetarkan jiwa yang mulia. Ia tak sanggup melanjutkan...

Semua orang di sana juga menangis mendengar Bilal menangis. Tua muda, pria wanita, kecil maupun dewasa... Para sahabat yang pernah hidup bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menangis tersedu-sedu, seakan mereka belum pernah menangis walau hanya sekali... Lihatlah, Umar bin Khattab, seorang lelaki bertubuh kekar yang juga Amirul Mukminin pun ikut hanyut dalam suasana ini. Suasana yang belum pernah ia rasakan... Semua kisah dan ingatan masa lalu berkelebat ke sana kemari. Dan lihatlah, pohon, batu, bumi seakan terasa getaran isak tangisnya... kembali berkabung... Masa-masa itu sungguh...

Dan baru kali itu, Bilal tak sanggup meneruskan azannya. Sebuah azan yang tak selesai...

Bilal radhiyallahu 'anhu wafat dia Syam, di medan jihad, sebagaimana impiannya. Maka di tanah Damaskus jasad lelaki agung ini dikuburkan. Seorang lelaki yang teramat gigih memperjuangkan akidah dan keimanan... Segala yang ia miliki telah tunai ia korbankan...


(The End)         


(Rijalu Khaula Rasul)

No comments:

Post a Comment