Wednesday 30 November 2016

Abu Ubaidah Bin Jarrah “Orang Kepercayaan Umat” (Bagian 1)




Dialah Abu Ubaidah, orang yang disabdakan Rasulullah, “Setiap umat memiliki orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.”

Dialah orang yang diutus oleh Rasulullah pada Perang Dzatus-Salasil untuk membantu Amr bin Ash dan dijadikan komandan pasukan. Saat itu, Abu Bakar dan Umar sebagai prajurit.

Dialah generasi sahabat yang pertama kali dijuluki panglima besar.

Perwakannya tinggi, badannya kurus, wajahnya berurat, berjenggot tipis dan sedikit ompong karena dua gigi depannya patah.

Dialah orang yang memiliki banyak kemampuan dan dapat dipercaya. Umar bin Khattab, pada detik-detik terakhir hidupnya pernah berkata, “Seandainya Abu Ubaidah bin Jarrah masih hidup, aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku. Jika nanti Allah menanyakannya, aku akan menjawab, ‘Aku mengangkat orang kepercayaan Allah dan kepercayaan RasulNya.’”

Dialah Abu Ubaidah (Amir bin Abdullah) bin Jarrah.

Abu Ubaidah masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq, di hari-hari pertama perjalanan agama Islam, sebelum Rasulullah melakukan dakwah di rumah Arqam. Ia ikut hijrah ke Habasyah pada gelombang kedua. Kemudian pulang dari Habasyah untuk bergabung bersama Rasulullah di Perang Badar, Uhud dan lainnya.

Setelah Rasulullah meninggal, ia setia mendampingi Khalifah Abu Bakr Ash Shiddiq, lalu Khalifah Umar. Ia sama sekali tidak peduli pada urusan duniawi. Takwa, amanah, tegar, dan zuhud adalah prinsip hidupnya.

Sejak mengucapkan sumpah setia kepada Rasulullah untuk membaktikan hidupnya di jalan Allah, ia sudah siap berkorban apa saja untuk Allah.

Sejak saat itu, ia meyakini bahwa seluruh hidupnya adalah titipan Allah yang harus dipergunakan untuk mencari ridhanya. Ia tidak pernah menggunakan hidupnya untuk mencari keuntungan pribadi atau memenuhi kepentingan sendiri. Keinginan atau kebencian apapun tidak bisa memalingkan hidupnya dari jalan Allah.

Abu Ubaidah menepati janjinya kepada Rasulullah. Para sahabat yang lain juga menepati janji mereka kepada Rasulullah. Namun, Rasulullah melihat adanya sifat dan perilaku Abu Ubaidah yang istimewa sehingga ia layak mendapat julukan yang disabdakan Rasulullah, “Orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.”

***

Rasa tanggung jawab terhadap tugas adalah sifat utama Abu Ubaidah. Pada perang Uhud, misalnya, ia merasakan keinginan kuat pasukan musuh membunuh Rasulullah. Karena itu, ia putuskan untuk selalu berada di dekat Rasulullah.

Ia tebaskan pedangnya ke setiap tentara musuh yang berusaha memadamkan cahaya Allah.

Jika kondisi pertempuran memaksanya menjauh dari posisi Rasulullah, maka sorot matanya senantiasa tertuju kepada Rasulullah, dengan perasaan cemas.

Jika dilihatnya ada bahaya yang mendekati Rasulullah, ia bagai disentakkan dari tempatnya lalu melompat menerkam musuh-musuh, dan menghalau mereka sebelum sempat mencederai beliau.

Suatu ketika, saat pertempuran berkecamuk dengan hebatnya, ia terpisah dari Nabi karena terkepung oleh tentara musuh. Namun seperti biasa, kedua mata elangnya mengintai keadaan sekitar. Hampir saja ia gelap mata ketika melihat sebuah anak panah meluncur dari tangan seorang tentara musyrik mengenai Nabi. Ia tebaskan pedangnya ke kanan dan ke kiri dengan cepat, bak seratus pedang berkelebatan mengobrak-abrik orang-orang yang mengepungnya. Mereka kocar kacir. Dengan cepat, Abu Ubaidah melompat ke arah Rasulullah.

Ia mendapati darah mengalir dari wajah beliau. Beliau mengusapnya dengan tangan kanan dan bersabda, “Bagaimana mungkin bahagia suatu kaum yang mengotori wajah Nabi mereka, padahal Nabi itu menyeru mereka untuk menyembah Tuhan mereka?!”

Abu Ubaidah melihat dua buah mata rantai penutup kepala Rasulullah menancap di kedua pipinya. Abu Ubaidah tidak dapat menahan diri Ia segera menggigit satu mata rantai itu lalu menariknya dengan kuat dari pipi Rasulullah hingga tercabut keluar. Bersamaan dengan itu, satu gigi depan Abu Ubaidah juga lepas. Ia menarik mata rantai yang kedua hingga tercabut dari pipi rasulullah, dan gigi depan Abu Ubaidah yang satunya pun tercabut.

Marilah kita dengarkan kisah ini dari Abu Bakr, “Pada perang Uhud, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam terluka. Dua buah mata rantai penutup kepalanya masuk ke kedua pipi beliau bagian atas. Aku berlari ke arah Rasulullah. Kulihat dari arah timur ada seorang laki-laki seperti terbang menuju ke arah beliau. Aku bergumam, ‘Mudah-mudahan itu pertolongan.’ Ketika kami sampai di dekat Rasulullah, ternyata laki-laki itu adalah Abu Ubaidah. Ia datang lebih cepat dariku. Ia berkata kepadaku, ‘Dengan nama Allah, biarkan aku yang menolong Rasulullah, biarkan aku mencabut mata rantai itu dari pipi beliau.’

Aku Setuju. Abu Ubaidah mencabut mata rantai itu dengan giginya. Mata rantai itu pun berhasil ia keuarkan dari pipi Rasulullah, namun bersamaan dengan itu, satu gigi depannya pun tanggal. Ia mencabut mata rantai berikutnya, dan ia berhasil mengeluarkannya dari pipi Rasulullah, dan bersamaan dengan itu gigi depannya yang lain juga tanggal. Benar, Abu Ubaidah kehilangan dua giginya.’”  

***


Disarikan dari kitab Rijalu Khaula Rasul karya Khalid Muhammad Khalid.
Ditulis ulang oleh Syafiq El quds 

Cairo, 30 Nov 2016   

3 comments:

  1. Subhaanallah,,,sungguh banyak ibrah yg dpt kita ambil dari kisah para sahabat. Hanya saja, tak sedikit dari kita yang melupakannya. Syukron ustadz Syafiq sudah mengingatkan kita kembali akan kisah2 para sahabat yang sungguh luar biasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga kita sanggup meneladani mereka..
      Semoga diri kita menjadi pribadi yang semakin taat padaNya.. apapun yang terjadi, kapanpun dan bagaimanapun kondisi diri dan sekeliling kita..

      Delete