Wednesday 2 November 2016

Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu (Bagian 6 - Selesai)


Dalam perjalanan pulang dari medan perang, Rasulullah mendengar wanita-wanita Bani Abdil Asyhal menangisi para syuhada mereka. Dengan amat santun dan sayang, beliau bersabda, “Hamzah tidak memiliki wanita-wanita yang menangisinya.”

Ucapan beliau ini didengar oleh Sa’ad bin Mu’adz. Ia mengira Rasulullah akan senang jika para wanita menangisi pamannya, maka ia segera mendatangi wanita bani Asyhal tadi dan menyuruh mereka agar menangisi Hamzah pula. Para wanita itupun menurut.

Ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliau mendatangi mereka dan bersabda, “Bukan ini yang kumaksud. Pulanglah kalian, semoga Allag mencurahkan rahmatNya pada kalian. Setelah ini tak ada tangisan lagi untuk si mayit.”

Para sahabat juga berlomba-lomba menggubah syair untuk mengungkapkan bela sungkawa mereka atas kepergian Hamzah.

Hassan bin Tsabit berkata dalam qasidahnya yang panjang,

“Tinggalkan rumah yang menyisakan bayang-bayang
Dan menangislah untuk Hamzah yang kebaikannya tiada terbilang
Dialah sang penunggang kuda di medan laga
Bagaikan singa di hutan belantara
Dialah sang bintang dari Bani Hasyim
Membela kebenaran tanpa menyentuh yang batil
Gugur sebagai syahid di medan pertempuran
Di tangan Wahsyi sang pembunuh bayaran.”

Dan dengarlah pula ungkapan Abdullah bin Rawahah,

“Mataku menangis, dan sudah seharusnya... ia menangis
Meskipun aku tahu ratap dan tangis tiada arti
Dikaulah singa Allah di medan laga
Mereka bertanya, Hamzahkah yang gugur?
Sungguh satu musibah besar bagi semua kaum muslimin
Begitu pula bagi Muhammad Rasulullah
Hamzah, karena jasamu benteng musuh bergetar
Engkau pahlawan penuh kebaikan.”

Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan saudari Hamzah, juga tak ketinggalan,

“Tuhan pemilik Arsy telah memanggilnya
Ke surga, untuk hidup abadi dan bersenang-senang
Itulah yang kita harapkan
Pada hari kiamat kelak. Hamzah memperoleh tempat yang lapang
Demi Allah, selama angin berembus daku takkan lupa
Baik di waktu bermukim maupun bepergian ke mana saja
Selalu berkabung dan menangisi singa Allah
Pembela Islam dari serangan para kafir durjana
Saat daku mengucapkan syair, keluargaku sama berdoa
Semoga Allah memberimu balasan, wahai saudara, wahai pembela”

Namun ratapan terbaik yang mengharumkan kenangan terhadap Hamzah, ialah ucapan Rasulullah ketika berdiri di depan jasad Hamzah yang berada di antara para syuhada Uhud,

“Semoga rahmat Allah senantiasa menyertaimu. Yang kutahu engkau adalah orang yang menyambung silaturahim dan banyak berbuat baik.”

***

Kepergian Hamzah meninggalkan duka yang cukup dalam di hati Rasulullah. Seakan sulit untuk menghiburnya.

Namun Allah memiliki keputuasan yang sudah ditetapkan. Dalam perjalanan pulang dari Uhud ke rumahnya, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam melewati seorang wanita bani Dinar, yang dalam peperangan itu telah kehilangan ayah, suami, dan saudaranya.

Ketika melihat pasukan Islam pulang dari medan perang, wanita ini segera menemui mereka dan menanyakan berita pertempuran. Mereka sampaikan bela sungkawa atas suami, ayah, dan saudaranya yang gugur. 

Ternyata jawabannya sungguh mengejutkan, “Bagaimana kabar Rasulullah?”

“Baik, ahamdulillah beliau dalam keadaan yang engkau inginkan (dalam kondisi baik).” Kata mereka

“Di manakah beliau? Aku ingin melihatnya.” Kata wanita itu.

Mereka pun tetap berdiri di samping wanita tersebut, hingga Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah dekat kepada mereka. Ketika wanita itu melihatnya, ia menghampiri Rasulullah dan berkata, “Selama engkau selamat, musibah apapun yang menimpa akan terasa ringan.”

Memang, inilah hiburan terbaik dan akan selalu dikenang. Dan mungkin Rasulullah tersenyum menyaksikan peristiwa istimewa dan satu-satunya ini, karena wanita itu telah menunjukkan pengorbanan, kesetiaan, dan kecintaan yang tiada bandingannya.

Ia seorang wanita lemah. Ia sudah kehilangan suami, ayah dan saudaranya dalam waktu yang bersamaan. Namun ketika berita yang semestinya menggetarkan gunung-gunung itu sampai padanya, ia ternyata bertanya, “Bagaimana kabar Rasulullah?”

Sungguh, suatu peristiwa yang telah diatur waktunya oleh Allah secara baik dan tepat, agar dijadikan sebagai penghibur bagi Rasulullah, dalam menghadapi musibah gugurnya Singa Allah dan panglima para syuhada.   




Disarikan dari kitab Rijalu Khaula Rasul karya Khalid Muhammad Khalid.
Ditulis ulang oleh Syafiq El quds

Cairo, 2 Nov 2016
Matahari sepenggalah.. Dengan dingin yang masih terasa..

No comments:

Post a Comment