Thursday 6 October 2016

Muawiyah bin Abu Sufyan, 602-680 M (Bagian 1)


Islamnya Muawiyah

Sebagai anak pemuka Quraisy, memang Muawiyah belum mendapat hidayah pada masa awal Islam. Beliau baru masuk Islam bersama keluarganya dan juga penduduk Makkah pada waktu fathu Makkah (pembebasan Makkah) tahun 8 H/630 M.[1]
Meskipun ada juga riwayat yang mengatakan ia masuk Islam setahun sebelumnya pada umrah yang tertunda, namun disembunyikan keislamannya.[2]

Dikisahkan pada waktu pembebasan Makkah, Rasulullah memuliakan Abu Sufyan dengan maklumat, barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan maka ia terlindungi. Hal ini menimbang posisi Abu Sufyan sebagai pemimpin Makkah ketika itu. Begitu juga dengan ibunya Hindun binti Utbah, setelah baiat kaum lelaki selesai, tibalah baiat kaum perempuan, Hindun menundukkan kepala takut atas murka Rasulullah atas perilakunya pada Hamzah. Namun akhirnya Rasul mengenalinya dan kemudian memaafkannya.[3] Setelah baiat, Hindun kembali ke rumah menghancurkan berhala miliknya seraya berkata, “Aku benar-benar tertipu olehmu.”[4]

Jika seseorang telah memeluk Islam, ia tak lagi dituntut dan dicela atas kesalahan yang diperbuat sebelum masuk Islam. Selanjutnya, ia bisa bertaubat dengan amal shalih dan mudah-mudahan Allah mengampuni.

Abu Sufyan, Hindun binti Utbah, dan juga Muawiyah memang memusuhi Rasul, namun setelah mereka Islam, sejarah mencatat mereka benar-benar menjadi Muslim yang baik dengan ikut bersama-sama meninggikan kalimat Allah. Di usia uzurnya, Abu Sufyan bahkan berperang bersama Rasul pada Perang Hunain, ia kehilangan salah satu matanya saat pengepungan Thaif,[5] dan satunya lagi pada Perang Yarmuk.

Jadi sungguh tak bijak mengaitkan derajat Muawiyah dengan keturunannya yang memusuhi Islam. Banyak sahabat yang dulunya memusuhi Rasul ataupun sahabat yang orang tuanya tetap membangkang, namun mereka tetap mendapat nama harum dalam ingatan kaum Muslimin. Umar bin Khattab yang memusuhi Rasul pada awalnya, Amr bin Ash yang masyhur kisahnya menjadi juru bicara Quraisy di depan Raja Najasy saat kaum Muslimin hijrah ke Habasyah pertama kali, begitu juga Khalid bin Walid, yang pernah memerangi Rasul saat perang Uhud hingga menyebabkan kekalahan kaum Muslimin. Mereka semua adalah sahabat yang luar biasa saat masuk ke dalam pangkuan Islam.

Begitu juga dengan asal-usul keturunan, Ikrimah bin Abu Jahal tentu akan dikucilkan jika melihat kelakuan ayahnya, Abu Jahal, pada Nabi Muhammad. Namun selepas masuk Islam pada saat pembebasan Makkah, Ikrimah menebusnya dengan berjuang gagah berani pada Perang Yarmuk[6] hingga mencapai syahid di sana. Ada juga sahabat Nabi, Abdullah bin Abdulah bin Ubay. Lihatlah, betapa kaum Mukminin Madinah begitu terusik dengan hasutan gembong Munafikin Abdullah bin Ubay. Namun anaknya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay merupakan sahabat kenamaan yang akhirnya juga mencapai syahid pada Perang Yamamah.[7]   

Beberapa keutamaan Muawiyah

Sebagai sahabat Nabi, Muawiyah berinteraksi langsung dengan Rasulullah. Bahkan Muawiyah didaulat menjadi salah satu sekretaris Nabi yang termasuk di dalamnya tugas menulis wahyu. Menyandang pekerjaan mulia itu tentu saja bukan terjadi secara kebetulan, namun menunjukkan kapasitas betapa cerdas, jujur, dan telitinya Muawiyah.

Hal ini tertuang dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, Dari Ikrimah bin Ammar, dari Abu Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu Sufyan berkata, “Wahai Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku!” Rasulullah menjawab, “Ya”. Ia berkata, “Perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam.” Rasulullah menjawab, “Ya”. Ia berkata lagi, “Dan Muawiyah engkau jadikan sebagai juru tulismu?” Rasulullah menjawab. “Ya”.[8]

Menjadi sekretaris Rasulullah sudah barang tentu mendapat kepercayaan Rasul. Muawiyah menikmati posisinya sebagai sahabat yang berada di sekeliling Nabi. Setelah pembebasan Makkah, ia bertekad selalu mendampingi Nabi, sebab ia sadar dibandingkan sahabat yang lain ia sangatlah tertinggal. Namun rupanya itu tak menghalanginya meraih penghargaan dari Rasul, yang berwujud doa untuknya. Didoakan secara khusus oleh Rasulullah sungguh merupakan anugerah yang tak terkira. Rasulullah mendoakannya, “Ya Allah, jadikanlah ia penunjuk dan yang diberi petunjuk, tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk karenanya.”[9]

Pribadi yang jujur dan tepercaya dari Muawiyah membuat banyak perawi hadits mengambil hadits darinya. Tercatat seratus enam puluh tiga hadits diriwayatkan dari Muawiyah. Dari jumlah itu terdapat empat hadits yang disepakati Bukhari-Muslim, kemudian empat hadits diriwayatkan Imam Bukhari dan lima hadits diriwayatkan Imam Muslim.[10] Meski memang banyak juga terdapat hadits-hadits lemah dan palsu yang menceritakan Muawiyah, entah tentang keutamaannya maupun keburukannya. Fenomena ini tak lepas dari usaha para pendukung dan musuh-musuhnya saat menggambarkan sosok Muawiyah.

Di antara hadits Muawiyah yang sangat terkenal adalah larangan melakukan Shalat Sunah setelah Shalat Ashar.

Muawiyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya kalian telah melakukan shalat?! Sungguh kami telah menemani Rasululah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah kami melihat beliau telah melakukan shalat tersebut, dan sungguh beliau telah melarangnya, yakni dua rakaat setelah Ashar.”[11]     


Disarikan dari buku Legenda 4 Umara Besar, Kisah seni memimpin dari penguasa empat dinasti Islam, karya Indra Gunawan, Lc.
Ditulis ulang oleh Syafiq El quds



[1] Imam Suyuthi (1445-1505 M), Tarikh al-Khulafa, hal. 194
[2] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah (11/396)
[3] Salah satu kisah simpatik Hindun adalah ketika ia membela Zainab putri Rasulullah dari sergapan Quraisy. Ketika itu baru saja usai Perang Badar dan Hindun kehilangan ayah, paman, dan saudaranya. Zainab yang masih di Makkah berusaha hijrah ke Madinah bergabung dengan ayahnya, namun kaum lelaki Quraisy mencegat dan menyerangnya. Zainab terjatuh dari untanya padahal sedang mengandung, Hindun yang mendengar itu lantas bergegas menolong Zainab dan mengumpat para penyerang, “Berperang melawan wanita para pengecut? Di mana keberanian kalian saat Perang Badar?” Dengan sigap Hindun membantu Zainab dan membiarkannya menyusul Rasul ke Makkah. (Nahw Ru’yat Jadidah li at Tarikh, hal. 200)
[4] Ibnu Sa’ad (784-845 M). Ath Thabaqat al-Kubra (8/172).
[5] Thaif berada di ketinggian 1.700 m dari lereng Pegunungan Serawat, berjarak sekitar 97 km dari tenggara Makkah
[6] Perang melawan Romawi di Syam tahun 634 M/13 H, periode Khalifah Abu Bakar,  berakhir dengan kemenangan Muslimin
[7] Perang Yamamah adalah perang melawan Musailamah al-Kadzdzab, Nabi Palsu, tahun 633 M/12 H, pada periode Khalifah Abu Bakar
[8] (HR. Muslim no. 2501, Ibnu Hibban no. 7209, dan lainnya)
[9] (HR. Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, at-Tirmidzi 2/316, Ibnu Asakir 16/684-686 dan adz-Dzahabi dalam Siyar 8/38, hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/615-618). Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Ya Allah ajarilah Muawiyah al-Quran dan hisab serta lindungilah ia dari azab.”
[10] Imam adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 3/162
[11] (HR. Bukhari no. 3766, Ahmad 4/99)

1 comment:

  1. Hi syafik

    Bgus banget. Lebih bagus lagi lebih lengkap lagi. Saya suka isinya bagus pokonya

    ReplyDelete