Friday 16 September 2016

Kisah Secawan Air


Khalifah Harun Ar Rasyid terkenal dengan kebijakan dan kerendahan hatinya. Ia tidak hanya adil terhadap kawan, namun juga bijak kepada lawan. Dalam berbagai urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, ia selalu bertanya kepada ahlinya. Selain dekat dengan bawahannya, ia juga akrab dengan ulama. Tak jarang ia meminta nasihat kepada mereka. Bukan sebagai pemimpin negara melainkan sebagai murid.

Pada suatu hari ia bertanya kepada salah seorang ulama yang telah diangkatnya menjadi penasihat. “Wahai guru, sudah banyak saran yang saya terima, telah banyak peringatan yang saya dengar. Namun, saya belum mendapatkan sedikitpun nasihat dari anda. Rasanya, saya belum puas kalau belum diberi nasihat,” Ujar Harun Ar Rasyid tersenyum

Sang Ulama diam sejenak. Sembari tersenyum ia berkata, “Bolehkah saya meminta dua cawan air putih. Secawan untuk tuan dan secawan untuk saya.”

Dengan sedikit keheranan Harun Ar Rasyid mengabulkan permintaannya. Begitu minuman tersebut tersedia di meja, Harun Ar Rasyid diperkenankan untuk meminumnya. Namun, sebelum cawan berisi air itu singgah di bibir khalifah, ulama tersebut tiba-tiba mencegahnya seraya berkata, “Maaf Amirul Mukminin, seandainya tuan berada di tengah padang pasir yang gersang, sinar matahari begitu terik membakar, sedang persediaan air tuan tidak ada lagi, dan diperkirakan tak lama lagi tuan akan mati kehausan, tiba-tiba datang seorang menawarkan secawan air, apakah tuan akan menerimanya?”

“Ya, saya akan menerimanya. Dalam keadaan seperti itu, separuh kerajaan pun akan saya berikan untuk menebus secawan air yang diberikannya kepadaku.”

“Tuan memang jujur,” ujar sang ulama. Lalu, ia mengajak Harun Ar Rasyid menghabiskan air di dalam cawan masing-masing.

“Kini air sudah tuan minum hingga tetes terakhir. Namun, masih ada kesulitan yang tuan alami. Seandainya air tersebut tidak bisa dikeluarkan dari tubuh tuan sampai berhari-hari, berapa tuan mau membayar supaya air tersebut bisa dikeluarkan?” tanya sang ulama kemudian.

Khalifah termenung sejenak. “Berapapun akan saya bayar!” ujarnya mantap

“Walaupun tuan diminta untuk membayar dengan separuh kerajaan milik tuan yang tersisa?” tanya sang ulama.

Tanpa berpikir lama, Harun Ar Rasyid menjawab lugas, “Ya, saya akan membayar sekalipun dengan sejaruh kerajaan.” 

Mendengar jawaban Khalifah, sang ulama menggunakan kesempatan itu untuk memberikan nasihatnya.

“Wahai Amirul Mukminin, ternyata harga kerajaan tuan sangat tidak berarti di sisi Allah. Seluruh kerajaan yang tuan banggakan, harganya tak lebih dari secawan air belaka. Separuhnya untuk menebus kehausan tuan dan separuh lagi untuk membayar agar tuan bisa mengeluarkan air dari tubuh tuan. Begitulah nilai kerajaan tuan di banding kekuasaan Allah. Dan, itulah nasihat saya.”


Dinukil dari rubrik Oase, Sabili Edisi September 2002 / 27 Jumadil Akhir 1423 H 
Ditulis ulang oleh Syafiq Elquds dengan perubahan seperlunya  

No comments:

Post a Comment