Tuesday 22 March 2016

Menjadi Orang Yang Tak Sama


“Jalinlah persaudaraan yang kuat dan jangan jadi orang biasa seperti kebanyakan, gunakanlah waktu untuk mengoptimalisasikan skill anda” (Pak Haidar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Siang itu pukul 14.00 CLT, terlepas dari rasa lelah selama perjalanan kunjungannya ke Turki kemudian singgah di Kairo selama tiga hari ini, beliau masih sempat menyampaikan sebuah prinsip hidup kepada kami. Ditemani oleh istrinya, Bu Noordjanah yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, serta beberapa kolega beliau, sejenak memberikan kesejukan di musim panas ini.

Lebih kepada motivasi, beliau menjelaskan tentang satu hal yang harus kita miliki. Baik dalam lingkup organisasi maupun pribadi. Bahwa kita perlu memiliki nilai plus yang tidak dimiliki oleh orang lain. Sebuah pembeda antara kita dan mereka. Sehingga saat ada seseorang berkaca di depan kita, ia menemukan nilai baik yang berbeda di antara orang kebanyakan yang ada.

Semakin jauh lagi, sekarang kita hidup di dunia kompetisi. Persaingan dan perlombaan hidup seakan tak henti-hentinya berlari. Terus maju dan menciptakan dunia baru. Belum pernah ada dunia yang seperti ini sebelum-sebelumnya.

“Sehingga jika kita tak sanggup bersaing dalam dunia ini, milikilah nilai yang berbeda dari yang lain, niscaya itu akan menjadikanmu lebih berarti dibanding mereka yang hidup biasa” (Pak Muhajir Effendi, Mantan Rektor Universitas Muhmmadiyah Malang)

Jalan yang kita tempuh, dari hari ke hari kian berwarna. Kompleksitas masalahnya pun semakin tak sama dengan orang-orang sebelum kita. Maka inisiatif untuk berbuat baik dan benar harus setiap hari kita asah. Pemikiran dan wawasan kita harus selalu kita latih dan kembangkan. Sistem hidup kita pun seyogyanya kita perlu atur kembali ketika sudah terlalu berubah dari rencana dan target tujuan, supaya kita tidak tergerus oleh zaman.

Hakikatnya, kita hidup bukan sekedar untuk hari ini. Karena esok hari akan ditentukan oleh yang kita lakukan pada hari ini. Maka, perbaikan semangat dan niat perlu kita perhatikan. Luangkan waktu dalam satu hari untuk berinstropeksi diri, menelaah kembali kealpaan diri selama kaki kita menapaki bumi. Benar-benar berusaha mengubah segala yang salah, dan bertekad untuk terus menanam kebaikan di manapun berada, apapun keadaan dan kondisinya. Kau tau? Hidup ini terlalu singkat untuk melakukan hal yang sia-sia.

Yang terpenting adalah kesadaran kita bahwa hidup di dunia ini harus maksimal. Bekerja untuk bertahan hidup di dunia serta beramal shalih demi hidup di akhirat. Sebagaimana yang kita mengerti namun sering alpa bahwa kesempatan hidup kita di sini hanya sekali. Takkan ada waktu menanam kebaikan lagi setelah Allah memanggil ruh ini. Sungguh, kita pun tak ingin berakhir seperti mereka yang dikisahkan Alquran di surat Al Mu’minun ayat 100, “Sampai saat kematian mendatangi salah seorang dari mereka, ia berkata, ‘Wahai tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) niscaya aku akan beramal shalih, yang dulu pernah kutinggalkan’. Sekali-kali tidak akan. Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di belakang mereka ada dinding hingga hari kebangkitan”

Saatnya berhenti sejenak, menangisi dosa-dosa yang diperbuat serta mohon ampunannya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Lantas, kuatkan tekad untuk membuat hidup lebih bermakna, dengan sesuatu yang berbeda. Dan akhir kata, rasa-rasanya kita harus punya trademark, apapun ia.


Saat matahari sepenggalah dan anak onta merasa kepanasan, Hay Ashir, Madinat Nasr, Selasa, 22 Maret 2016

No comments:

Post a Comment