Wednesday 16 March 2016

Hamparan Padi Dunia

sawah-ladang-wallpaper-485x728

“Ma ‘indakum yanfad wa ma ‘indallahi baaq” Segala yang kau miliki akan sirna, yang kekal adalah segala yang berada di sisi Allah saja (QS. An Nahl : 96).

Seorang kawanku mendekat, mengajakku berjalan di antara ilalang, terus ke pematang dan berhenti di bibir sungai. Ia duduk di atas batu besar ditemani purnama rembulan, dan ia mulai menggerakkan bibirnya, pertanda hikmah yang sejuk akan menemani malam yang syahdu, bersama aliran air yang terasa di jari kaki, lebih lembut dari beludru.

“Satu lagi daun pohon mangga itu jatuh malam ini, kemudian diterbangkan angin ke suatu tempat. Satu lagi ikan kecil di laut yang ditelan ikan besar hingga tulangnya pun tak bersisa. Satu lagi yang meninggal, kemudian keluarganya mendoakan semoga Allah mengampuninya dan menerima segala amal baik yang telah diperbuatnya. Satu lagi yang merasa rugi, telah dikhianati oleh kawannya sendiri setelah bertahun-tahun bersama membangun perusahaan yang mandiri. Satu lagi yang sakit, setelah suhu badannnya tak kunjung reda hingga tak sanggup memejamkan matanya beristirahat. Satu lagi yang menginjak usia tua, ia bergumam, “Andai dahulu aku gunakan masa muda dan sehatku untuk mengabdikan diri pada Allah, tentu aku tak semenyesal sekarang ini”. Satu persatu semuanya bergulir, berganti dari satu kondisi ke kondisi yang berbeda, dari satu detik ke detik yang lain. Hingga semuanya tak meninggalkan sisa.

Segala sesuatu memiliki waktunya. Batasnya ada yang terlihat, adapula yang tak sanggup diraba. Ketiadaan menjadi hal yang niscaya. Sekalipun seluruh makhluk bersatu menahan laju waktu untuk berhenti di antara detik-detiknya, walaupun satu. Kita takkan pernah sanggup. Sungguh tak akan.

Yang berjalan akan terus berjalan, yang berubah akan terus berubah dan yang telah ditetapkanNya hanya menunggu gilirannya. Segala yang kita lihat di dunia ini akan tiada saat waktu itu datang. Dan misterinya adalah, tak ada di antara kita yang mengetahui. Tapi kawan, tenanglah.

Jika kau seorang yang beriman pada Allah, malaikatNya, kitab-kitab yang diturunkan kepada utusanNya, nabi dan rasulNya, hari akhir, serta takdir, maka kau tak perlu risau. Pahamilah itu. Kau hanya butuh menjadi seorang yang bertanggungjawab. Saatnya kau sadar dari semua kelalaianmu bahwa telinga, mata, dan hatimu akan dimintai pertanggungjawaban, dan kau tak sanggup mengelak dari kejujuran mereka. Bahkan saat kulit mereka (orang-orang yang memusuhi agama Allah) berbicara atas segala yang telah mereka perbuat, mereka bertanya “Mengapa kalian menjadi saksi atas kami?” Kulit mereka menjawab, “Allah lah yang menjadikan kami sanggup berbicara, Dia menjadikan segala sesuatu mampu bertutur kata, Dialah yang telah menciptakan kamu pertama kali, dan kepadaNya kamu kembali” (lih. QS. Fushshilat : 21)

Ia menyapu pandangan ke sekitar, melanjutkan. Dan aku masih termenung, diam.

“Benarlah bahwa kesadaran untuk bertanggungjawab itu adalah salah satu cara kita untuk kembali merapikan buku amal harian kita, memberikan kita pena untuk mencatat sendiri langkah yang akan kita tempuh dalam lembaran hidup, menyediakan kita lentera untuk berjalan di gelapnya malam, menghadiahkan kita peta jalan istimewa yang tidak dilalui oleh orang-orang kebanyakan, menguatkan hati kita saat berusaha berlari menghindari hujan lebat diiringi halilintar dan angin kencang di tengah malam yang pekat. Hingga kita kelak tak menyesal pernah dilahirkan ke dunia dan menghabiskan waktu yang ada.

Ingat kawan, bersungguh-sungguhlah beramal dan berjuang demi Dia. Abaikan semua rasa letih dan bosan. Ketahuilah bahwa kepayahan saat kau taat pada Allah akan hilang dan pahala serta balasannya akan tercatat, sedangkan kesenangan saat kau bermaksiat pada Allah akan hilang dan dosanya lah yang akan tercatat.

Aku mengerti, bahkan engkau yang sudah berteman denganku bertahun-tahun pun akan meragukan perkataanku dan mempertanyakan apakah aku sudah sempurna, apalagi orang-orang di luar sana yang tak mengenaliku. Aku sadar, bahwa semua itu tak sesederhana kedengarannya. Namun ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu”

“A-p-p-a itu?” tanyaku tertegun,

Ia mengubah posisi duduknya, lantas berdiri dan berjalan ke depan, menuju ladang padi yang mulai menguning. Kau lihat, warna padi kuning yang diterangi sinar rembulan dan dihiasi kunang-kunang kuning terang, diapit oleh sungai kecil di kanan dan kirinya? Pantulan sinarnya bahkan terasa hingga ke pori-pori kulitku. Aku tercengang. Malam ini aku merasakan hal yang berbeda, bahkan seakan suara katak dan jaring yang beradu menjadi satu. Tunggu, bukan suara jangkrik dan katak saja yang aku dengar, itu semacam suara tasbih dalam nada dan irama mereka. Aku mengedipkan mata, tak percaya dengan yang ada di sekelilingku. Kaupun takkan percaya.

Dan langkah kaki itu mulai mendekat, ia menepuk bahuku, ‘Pertanyaanku adalah, percayakah engkau bahwa Allah menguasai segala sesuatu, bukan dalam arti yang sederhana, namun dalam bentuk yang sebenar-benarnya? Tenang, tak perlu kau jawab sekarang, pikirkan saja terlebih dahulu di antara hari-harimu. Dan yang kedua, percayakah engkau bahwa segala yang di sisinya tak akan pernah sirna dan benar-benar terjaga, ha? Baiklah, sampai jumpa kawan, kembalilah, dan jangan lupa jawablah pertanyaanku di antara hari-hari yang akan kau lewati”

Aku takjub, menelan ludah. Sedang ia menghembuskan nafas, pergi dengan langkah tenang. Benar apa yang dikatakan orang. Dia adalah seorang manusia yang berbeda. Benar, ia adalah seorang manusia yang sesungguhnya.


Kairo, di tengah ladang kemuning, di bawah purnama.
15 Maret 2016

No comments:

Post a Comment