Islamnya Muawiyah
Sebagai anak pemuka Quraisy,
memang Muawiyah belum mendapat hidayah pada masa awal Islam. Beliau baru masuk
Islam bersama keluarganya dan juga penduduk Makkah pada waktu fathu Makkah (pembebasan
Makkah) tahun 8 H/630 M.[1]
Meskipun ada juga riwayat yang
mengatakan ia masuk Islam setahun sebelumnya pada umrah yang tertunda, namun
disembunyikan keislamannya.[2]
Dikisahkan pada waktu pembebasan
Makkah, Rasulullah memuliakan Abu Sufyan dengan maklumat, barang siapa yang
memasuki rumah Abu Sufyan maka ia terlindungi. Hal ini menimbang posisi Abu
Sufyan sebagai pemimpin Makkah ketika itu. Begitu juga dengan ibunya Hindun
binti Utbah, setelah baiat kaum lelaki selesai, tibalah baiat kaum perempuan,
Hindun menundukkan kepala takut atas murka Rasulullah atas perilakunya pada
Hamzah. Namun akhirnya Rasul mengenalinya dan kemudian memaafkannya.[3]
Setelah baiat, Hindun kembali ke rumah menghancurkan berhala miliknya seraya
berkata, “Aku benar-benar tertipu olehmu.”[4]
Jika seseorang telah memeluk
Islam, ia tak lagi dituntut dan dicela atas kesalahan yang diperbuat sebelum
masuk Islam. Selanjutnya, ia bisa bertaubat dengan amal shalih dan
mudah-mudahan Allah mengampuni.
Abu Sufyan, Hindun binti Utbah,
dan juga Muawiyah memang memusuhi Rasul, namun setelah mereka Islam, sejarah
mencatat mereka benar-benar menjadi Muslim yang baik dengan ikut bersama-sama
meninggikan kalimat Allah. Di usia uzurnya, Abu Sufyan bahkan berperang bersama
Rasul pada Perang Hunain, ia kehilangan salah satu matanya saat pengepungan
Thaif,[5]
dan satunya lagi pada Perang Yarmuk.
Jadi sungguh tak bijak mengaitkan
derajat Muawiyah dengan keturunannya yang memusuhi Islam. Banyak sahabat yang
dulunya memusuhi Rasul ataupun sahabat yang orang tuanya tetap membangkang,
namun mereka tetap mendapat nama harum dalam ingatan kaum Muslimin. Umar bin
Khattab yang memusuhi Rasul pada awalnya, Amr bin Ash yang masyhur kisahnya
menjadi juru bicara Quraisy di depan Raja Najasy saat kaum Muslimin hijrah ke
Habasyah pertama kali, begitu juga Khalid bin Walid, yang pernah memerangi
Rasul saat perang Uhud hingga menyebabkan kekalahan kaum Muslimin. Mereka semua
adalah sahabat yang luar biasa saat masuk ke dalam pangkuan Islam.
Begitu juga dengan asal-usul
keturunan, Ikrimah bin Abu Jahal tentu akan dikucilkan jika melihat kelakuan
ayahnya, Abu Jahal, pada Nabi Muhammad. Namun selepas masuk Islam pada saat pembebasan
Makkah, Ikrimah menebusnya dengan berjuang gagah berani pada Perang Yarmuk[6]
hingga mencapai syahid di sana. Ada juga sahabat Nabi, Abdullah bin Abdulah bin
Ubay. Lihatlah, betapa kaum Mukminin Madinah begitu terusik dengan hasutan
gembong Munafikin Abdullah bin Ubay. Namun anaknya, Abdullah bin Abdullah bin
Ubay merupakan sahabat kenamaan yang akhirnya juga mencapai syahid pada Perang
Yamamah.[7]
Beberapa keutamaan Muawiyah
Sebagai sahabat Nabi, Muawiyah
berinteraksi langsung dengan Rasulullah. Bahkan Muawiyah didaulat menjadi salah
satu sekretaris Nabi yang termasuk di dalamnya tugas menulis wahyu. Menyandang
pekerjaan mulia itu tentu saja bukan terjadi secara kebetulan, namun
menunjukkan kapasitas betapa cerdas, jujur, dan telitinya Muawiyah.
Hal ini tertuang dalam hadits
yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, Dari Ikrimah bin Ammar, dari Abu
Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu Sufyan berkata, “Wahai
Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku!” Rasulullah menjawab, “Ya”. Ia
berkata, “Perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana
dulu aku memerangi orang-orang Islam.” Rasulullah menjawab, “Ya”. Ia berkata
lagi, “Dan Muawiyah engkau jadikan sebagai juru tulismu?” Rasulullah menjawab. “Ya”.[8]
Menjadi sekretaris Rasulullah
sudah barang tentu mendapat kepercayaan Rasul. Muawiyah menikmati posisinya
sebagai sahabat yang berada di sekeliling Nabi. Setelah pembebasan Makkah, ia
bertekad selalu mendampingi Nabi, sebab ia sadar dibandingkan sahabat yang lain
ia sangatlah tertinggal. Namun rupanya itu tak menghalanginya meraih
penghargaan dari Rasul, yang berwujud doa untuknya. Didoakan secara khusus oleh
Rasulullah sungguh merupakan anugerah yang tak terkira. Rasulullah
mendoakannya, “Ya Allah, jadikanlah ia penunjuk dan yang diberi petunjuk,
tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk karenanya.”[9]
Pribadi yang jujur dan tepercaya
dari Muawiyah membuat banyak perawi hadits mengambil hadits darinya. Tercatat
seratus enam puluh tiga hadits diriwayatkan dari Muawiyah. Dari jumlah itu
terdapat empat hadits yang disepakati Bukhari-Muslim, kemudian empat hadits
diriwayatkan Imam Bukhari dan lima hadits diriwayatkan Imam Muslim.[10]
Meski memang banyak juga terdapat hadits-hadits lemah dan palsu yang
menceritakan Muawiyah, entah tentang keutamaannya maupun keburukannya. Fenomena
ini tak lepas dari usaha para pendukung dan musuh-musuhnya saat menggambarkan
sosok Muawiyah.
Di antara hadits Muawiyah yang
sangat terkenal adalah larangan melakukan Shalat Sunah setelah Shalat Ashar.
Muawiyah radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Sesungguhnya kalian telah melakukan shalat?! Sungguh kami telah menemani
Rasululah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah kami melihat beliau telah
melakukan shalat tersebut, dan sungguh beliau telah melarangnya, yakni dua
rakaat setelah Ashar.”[11]
Disarikan dari buku Legenda 4
Umara Besar, Kisah seni memimpin dari penguasa empat dinasti Islam, karya
Indra Gunawan, Lc.
Ditulis ulang oleh Syafiq El quds
[1] Imam
Suyuthi (1445-1505 M), Tarikh al-Khulafa, hal. 194
[2] Ibnu
Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah (11/396)
[3] Salah
satu kisah simpatik Hindun adalah ketika ia membela Zainab putri Rasulullah
dari sergapan Quraisy. Ketika itu baru saja usai Perang Badar dan Hindun
kehilangan ayah, paman, dan saudaranya. Zainab yang masih di Makkah berusaha
hijrah ke Madinah bergabung dengan ayahnya, namun kaum lelaki Quraisy mencegat
dan menyerangnya. Zainab terjatuh dari untanya padahal sedang mengandung,
Hindun yang mendengar itu lantas bergegas menolong Zainab dan mengumpat para
penyerang, “Berperang melawan wanita para pengecut? Di mana keberanian kalian
saat Perang Badar?” Dengan sigap Hindun membantu Zainab dan membiarkannya
menyusul Rasul ke Makkah. (Nahw Ru’yat Jadidah li at Tarikh, hal. 200)
[4] Ibnu Sa’ad
(784-845 M). Ath Thabaqat al-Kubra (8/172).
[5] Thaif
berada di ketinggian 1.700 m dari lereng Pegunungan Serawat, berjarak sekitar
97 km dari tenggara Makkah
[6] Perang
melawan Romawi di Syam tahun 634 M/13 H, periode Khalifah Abu Bakar, berakhir dengan kemenangan Muslimin
[7] Perang
Yamamah adalah perang melawan Musailamah al-Kadzdzab, Nabi Palsu, tahun 633
M/12 H, pada periode Khalifah Abu Bakar
[8] (HR.
Muslim no. 2501, Ibnu Hibban no. 7209, dan lainnya)
[9] (HR.
Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, at-Tirmidzi 2/316, Ibnu Asakir 16/684-686
dan adz-Dzahabi dalam Siyar 8/38, hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani
dalam ash-Shahihah 4/615-618). Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan
dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata : Saya mendengar Rasulullah
bersabda, “Ya Allah ajarilah Muawiyah al-Quran dan hisab serta lindungilah ia
dari azab.”
[10] Imam
adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 3/162
[11] (HR.
Bukhari no. 3766, Ahmad 4/99)
Hi syafik
ReplyDeleteBgus banget. Lebih bagus lagi lebih lengkap lagi. Saya suka isinya bagus pokonya